UNAG-UNEG-UNIGNYA JOGJA

 

Picture from: http://valentinasokoastri.wordpress.com/2012/04/10/jogjakarta/



Jogja...

                     selalu menjadi kota yang dinanti-nanti dan dirindukan bagi sesiapapun yang pernah ada dalam dekapannya. hampir 'nggak terdengar di telinga gue orang-orang 'nggak nyaman tinggal maupun berkunjung ke Jogja, entah mengapa. Tapi biarlah, mungkin memang benar bahwa setiap orang punya cerita dan kenangannya masing-masing, termasuk gue--yang mengalami culture shock di kota yang selalu menjadi pilihan 3 teratas destinasi wisata, Daerah Istimewa Yogyakarta.

        Ini bukan salah Jogja, ini salah gue sendiri karena gue berekspetasi tinggi terhadap Kota Pelajar ini. Dimulai ketakutan gue karena klitih yang sebagian besar pelakunya merupakan remaja anak sekolah menengah atas, lalu pergaulan bebas yang tinggi, ditambah gue nge-kost di daerah yang tindak kriminalitasnya berada di posisi satu se-DIY.

 

        Fyi, gue berasal dari Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. BUKAN RIAU, YA! (selalu ada klarifikasi tiap kali gue bilang dari mana asal gue ke siapa pun). Di Tanjungpinang, kampung tercinta yang tidak banyak diketahui oleh warga Jawa dan Sulawesi, terbilang tidak maju memang ketimbang di Kota Pelajar ini. Di kampung saya masyarakatnya sangat konservatif, ketinggalan, kolot. Di tongkrongan kalau nggak main game, ya, gosip. Ngomongin orang. Alasan kuat mengapa gue memilih merantau di Jogja karena gue resah berada di kampung gue yang membuat gue tidak maju. gue suka menulis-membaca, namun karena lingkungan yang sangat tidak mendukung untuk refleksi buku bacaan serta pikiran filosotoy gue, gue berpikir untuk pergi aja dari penjara peradaban itu. Alasan lainnya karena "katanya", Jogja adalah Kota Pelajar.

 

           Ini tentang ekspetasi gue, gue berekspetasi mendapat pengalaman baru; alih-alih kebahagiaan dan kesejahteraan, gue justru mendapat trauma baru. Nggak ada salahnya sih, memang bener pengalaman baru, tapi pengalaman baru ini bener-bener baru banget yang membuat gue lebih banyak shocknya. Gue harus berhati-hati dalam berbicara soal kulit, katanya bisa ada yang tersinggung, gue harus berhati-hati kalau pulang malam sebisa mungkin untuk terus melihat spion kiri-kanan karena rawannya klitih, gue juga harus berhati-hati dalam berbelanja terkhusus di Malioboro karena kalau pakai Bahasa Indonesia yang baik dan benar bakal dinaikkan harganya, kecuali jika gue memakai Bahasa Jawa halus ataupun kromo, dan gue harus sopan santun berbudi-pekerti dalam bersikap dengan tetangga-tetangga yang ada di lingkungan kost gue, konon katanya di Kota Pelajar ini masih lekat dengan hal-hal yang berbau mistis. Belum lagi soal betapa jantungannya untuk pertama kali gue ngerasain gempa dan gempa itu gue rasain di Jogja.


 

        Dari banyak lagu dan puisi tentang sesuatu di Jogja yang memberi kesan betapa istimewanya Kota Pelajar ini dibanding kota-kota lainnya, gue hanya mendapat satu tentang "sesuatu" di Jogja. Buku. Di sini bagaikan surganya buku bagi gue. Sangat mudah banget gue dapatkan ketimbang di kampung gue yang harus ke perpustakaan. Itu pun tidak lengkap, jauh dari kata lengkap untuk buku-buku yang gue butuhkan. Bahkan di kampung gue 'nggak ada tuh, cafe atau coffe shop yang berkonsep perpus, 'nggak ada yang namanya toko untuk tempat bersantai+ngopi+baca buku. Mungkin karena di kota gue lebih dikenal kota seribu ruko dan sejuta PNS, jadi, lebih banyak buku tentang kiat-kiat lulus tes CPNS, hehe

 

        oh, yaa... ada lagi, gue suka di sini karena kebanyakan mahasiswanya mudah bergaul dan gampang diajak berdiskusi tentang obrolan-obrolan yang menurut gue itu filosotoy. Meskipun ada juga dari mereka yang kalau ngomong, gayanya seperti Rocky Gerung, namun omongannya sama sekali kosong (yang penting ngomong kaya Gerung, bukan ngomong yang penting kaya Gerung". Hingga kesannya bagi gue lebih ke tolol aja, gitu, bukan lagi filosotoy tapi lebih ke TOLOL. heuheu... Sekali lagi, deh. Untuk kapasitas gue yang merasa 'nggak pintar melihat orang-orang begitu memang tolol. Wkowkowkowk...


        Tapi di situlah salah sepuluh keunikan di Jogja yang orang-orangnya heterogen. Tetapi tidak gue pungkiri, dari merekalah gue banyak belajar tentang....... jangan jadi orang tolol, kwokwowk... 


Pernah terlintas di pikiran gue, ternyata PERCAYA DIRI itu bisa membangun dan menghancurkan citra seseorang juga, ya, kwowkow...

        

        Setiap kali gue ngerasain hal-hal yang 'nggak menyenangkan ityu, gue selalu berpikir "di tempat gue nggak gini-gini banget, bahkan nggak begini." Namun gue selalu menenangkan diri gue dengan memiliki teman-teman yang unik-unik, suka literasi, dan suka berhutang tapi nggak sadar kalau dia ada hutang, kwokwo...

        

        Apa perasaan gue ketika gue harus ninggalin Jogja? gue pernah berpikir demikian, yang pasti sedihlah. Karena gimana caranya gue harus nagih hutang ke temen-temen gue!? 

wkowkowkw... itu bercanda.


        Lagi pula, di samping itu, gue cukup punya ketakutan kalau gue pulang kampung, gue 'nggak bakal merasakan, menemukan, frekuensi pertemanan dan obrolan selama gue di Jogja. Seru banget. Yaa... dengan kata l;ain, meskipun Jogja memberikan gue trauma baru, Jogja juga memberikan kenangan sekaligus harapan baru buat hidup gue.


well, gitu aja dulu cerita dari gue, jangan berharap tulisan gue sebagus temen-temen gue yang lain, jangan kecewa sama tulisan-tulisan gue yang ringan ini yang 'nggak bakal bisa lo samain dengan bacaan-bacaan lo yang membuat lo menjadi "merasa" seperti Gerung itu, dan jangan baper, karena ketika lo masuk dalam wilayah gue, artinya lo penumpang. Nikmati aja perjalanan dalam membaca blog-blog gue, karena seburuk apapun gue, lebih buruk diri lo sendiri, heuheu...


Comments

Perlu Dibaca